cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 08538212     EISSN : 25286870     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Jurnal Penelitian Tanaman Industri merupakan publikasi ilmiah primer yang memuat hasil penelitian primer komoditas perkebunan yang belum dimuat pada media apapun, diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, DIPA 2011 terbit empat kali setahun.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008" : 6 Documents clear
PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN AIR PADA TIGA AKSESI SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees )TERHADAP MUTU DAN PRODUKSI SIMPLISIA M. JANUWATI; NUR MASLAHAH
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n2.2008.54-60

Abstract

ABSTRAKPenelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian airterhadap tiga aksesi sambiloto untuk meningkatkan produktivitas dan mutusimplisia. Dilaksanakan di rumah kaca Balittro (Balai Penelitian TanamanObat dan Aromatik), Bogor, dari bulan Juni sampai Desember 2006.Rancangan yang digunakan adalah petak terbagi, dengan ulangan tigakali. Petak utama adalah aksesi sambiloto (3 nomor) yaitu Cmg-1, Cmg 2,dan Blali-1, anak petak adalah pemberian air (5 perlakuan) yaitu 3, 4, 5, 6,dan 7 mm/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksiantara aksesi sambiloto dan tingkat pemberian air terhadap pertumbuhantanaman (tinggi tanaman, jumlah cabang dan luas daun), kecuali padaproduksi berat segar 2 bulan setelah tanam (BST) dan produksi beratkering pada 4 BST. Perlakuan Cmg-2 dikombinasi dengan pemberian air 5mm/hari menghasilkan berat segar dan kering tertinggi. Perlakuanpemberian air 3-7 mm/hari/tanaman dapat menghasilkan produksi danmutu simplisia yang dapat memenuhi standar Materia Medika Indonesia(MMI) berdasar kadar air, kadar abu, dan kadar sarinya. Dengan demikiankebutuhan air sambiloto setara dengan palawija atau sayur-sayuran. MutuBlali-1 dan pada perlakuan pemberian air 3 mm/hari menunjukkan kadarsari larut alkohol tertinggi (22,28%) dan Cmg-2 pada perlakuan pemberianair 4 mm/hari menunjukkan kadar sari larut air paling tinggi (28,14%) dankadar andrografolid simplisia 1,78%.Kata kunci : Sambiloto,  Andrographis  paniculata  Nees,  tingkatpemberian air, produksi, mutu simplisiaABSTRACTThe effects of water treatment on some numbers ofaccessions on the quality and production of the sympliciaof sambiloto, the king of bitter (Andrographis paniculataNees )The experiment was carried out to study the effect of watertreatment three accession of sambiloto, the king of bitter, to increase itsproductivity and symplicia. The experiment was conducted in the greenhouse of the Indonesian Medicinal and Aromatic Crop Research Institute(IMACRI), Bogor, from June to December 2006. The experimentarranged in split plot design with three replications, The main factor wasthree accession number of sambiloto i.e. Cmg-1, Cmg-2, and Blali-1,whereas the sub factor was water treatments i.e. 3 mm, 4 mm, 5 mm, 6mm, and 7 mm/day. The results showed that there was no interactionbetween the numbers of accessions and water treatment on the plantgrowth except for fresh weight production at 2 Month After Planting(MAP) and dry weight production at 4 MAP. Cmg-2 treatment combinedwith water treatment (5 mm/day) produced the highest fresh and dryweight. Water treatment of 3 - 7 mm/day produce the yield and quality thatmeet standard of the Materia Medika Indonesia (the material medical ofIndonesia) based on the water, ash, and gist contents. Therefore, waternecessity of sambiloto is evenly balanced with secondary crops orvegetables. The quality of Blali-1 on the water treatment of 3 mm/dayindicated the highest dissolved gist of alcohol (22.28%) meanwhile theCmg-2 on the water treatment of 4 mm/day showed the highest dissolvedgist of water (28.14%) and andrographolid content of symplicia is 1.78%.Key words : King of bitter, Andrographis paniculata Nees, watertreatment, yield, quality of symplicia
PENENTUAN POLA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI JAMBU METE CHANDRA INDRAWANTO
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n2.2008.78-86

Abstract

ABSTRAKSebagai produsen mete, agroindustri mete di Indonesia masih belumberkembang. Sekitar 36% produksi masih diekspor dalam bentukgelondong. Pengembangan agroindustri mete yang mengandalkan industribesar tidak berjalan baik. Untuk itu perlu dicari pola yang tepat untukpengembangan agroindustri mete. Penelitian ini menggunakan pendekatansystem dengan menerapkan metode AHP (Analytic Hierarchy Process)untuk menentukan skenario terbaik pengembangan industri mete nasionalyang kuat. Akuisisi pendapat pakar dilakukan dengan wawancara intensifdan melalui FGD terhadap tujuh pakar di Bogor pada bulan Februari 2007.Faktor penentu keberhasilan pengembangan agroindustri mete dengantingkat kepentingan relatif tertinggi adalah ketersediaan bahan baku.Faktor ini sangat ditentukan oleh kinerja aktor petani dalam usahataninya,sehingga aktor petani memiliki tingkat kepentingan relatif tertinggi diantara ketiga aktor penentu. Kinerja usahatani ditentukan olehterpenuhinya obyektif dari aktor petani terutama obyektif pendapatanusahatani yang baik. Dari ketiga skenario pola pengembangan industrimete, pola industri dengan basis industri kecil skala rumah tangga untukpengacipan yang ditunjang industri pengolahan kulit mete ditingkatkabupaten sentra produksi mete dipilih sebagai pola terbaik karena dapatmemenuhi seluruh obyektif petani dengan baik. Kebijakan yang perludiambil dalam membangun industri mete dengan pola terpilih adalahdengan membentuk klaster industri mete di kabupaten sentra produksimete, meningkatkan pendapatan petani melalui pengenalan budidayaanjuran, tanaman sela dan diversifikasi hasil, serta mendorong per-dagangan kacang mete ke negara-negara terdekat pengimpor kacang meteseperti Australia, Jepang, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.Kata kunci : Jambu mete, Anacardium occidentale, AHP, agroindustri,klasterABSTRACTAssortment  of  patrons  of  cashew  agroindustrydevelopmentAs a cashew producer, Indonesia’s cashew agroindustry has notbeen developed yet. Around 36% of cashew production is exportedwithout being processed. For that reason, a proper patron of cashewagroindustry development should be found. This research used systemapproach. AHP method had been applied to judge the best scenario of thepatron of cashew agroindustry development. Acquisition of expertjudgement had been done by intensive interview and FGD to seven expertin Bogor in February 2007. The analysis showed that raw material ofcashew supply is the most important determinant factor in developingcashew agroindustry. Performance of this factor is depend on theperformance of farmers in managing their farming. This condition putfarmers as the most important actor in developing cashew agroindustry.The performance of the farmers depends on how the scenario can fulfillthe objectives of the farmers. From three scenarios judged, cashewagroindustry based on home industry in cashew central productionregencies is the best scenario that can fulfil all objectives of the farmer.Policies should be taken in developing cashew agroindustry using thisscenario are: building clusters of the cashew industry in cashew centralproduction regencies, Increasing farmers income from their farming byintroducing good farming systems, intercropping, product diversificationof cashew and increasing cashew nut export to importer countries such asAustralia, Japan, Uni Emirate Arab and Saudi Arabia.Key words: Cashew, Anacardium occidentale, AHP, agroindustry, cluster
POTENSI HASIL GALUR-GALUR F1 MANDUL JANTAN KAPAS PADA PERSILANGAN ALAMI SUMARTINI, SIWI; SULISTYOWATI, EMY; RUSTINI, SRI; ABDURRAKHMAN, ABDURRAKHMAN
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n2.2008.67-71

Abstract

ABSTRAKProduksi benih varietas kapas hibrida dapat ditempuh dengan duacara, yaitu dengan persilangan manual dan dengan memanfaatkan galurmandul jantan (male-sterile line). Memproduksi benih kapas secarapersilangan manual memerlukan tenaga dan biaya yang tinggi, dan biayatersebut dapat dikurangi dengan menggunakan galur male steril. Penelitiandilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Tembakaudan Serat, di Karangploso, Malang, Jawa Timur, dari bulan April sampaiOktober 2007. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi hasilgalur-galur mandul jantan kapas untuk memproduksi benih hibrida. Tigaaksesi kapas yaitu KI 487, KI 489, dan KI 494 yang memiliki persentasetanaman mandul jantan masing-masing 60,8%, 57,5%, dan 65% telahdigunakan sebagai donor sifat mandul jantan dan telah dilakukan introgresisifat mandul jantan dari ketiga aksesi tersebut ke varietas komersialKanesia 7, Kanesia 8, dan Kanesia 9 melalui persilangan pada tahun 2006dan diperoleh 9 set kombinasi persilangan. Pada tahun 2007, evaluasipotensi galur dilakukan terhadap 8 galur F1 mandul jantan, 3 tetua jantanyaitu varietas Kanesia 7, Kanesia 8, dan Kanesia 9, serta satu varietas baruyaitu Kanesia 12 sebagai pembanding yang disusun dalam rancangan acakkelompok yang diulang 3 kali. Plot percobaan berukuran 3 x 10 m 2dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm; satu tanaman per lubang. Dosispupuk yang digunakan adalah 100 kg urea + 100kg ZA + 100kg SP 36 +100kg KCL per ha. Tidak dilakukan pengendalian hama denganinsektisida kimia selama penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalahkemandulan benangsari secara visual dan mikroskopis, jumlah buah pertanaman, bobot buah, dan hasil kapas berbiji. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa pengamatan secara visual dan mikroskopis terhadapstruktur bunga menunjukkan bahwa semua individu tanaman dari 8 galurF1 yang diuji adalah mandul jantan. Jumlah buah galur mandul jantan 7 –96% lebih banyak tetapi ukuran buahnya lebih kecil dibandingkan denganKanesia. Galur-galur mandul jantan KI 494 x Kanesia 7 dan KI 494 xKanesia 8 memberikan hasil kapas berbiji paling tinggi masing-masing2.609kg dan 2.153kg per hektar dibandingkan dengan galur-galur lain,atau sebesar 94 % dan 95% dibandingkan dengan Kanesia 7 dan Kanesia8. Persilangan alami galur-galur tersebut bervariasi sebesar 51 – 95%.Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum. L., mandul jantan, benih hibridaABSTRACTCotton yield potential of F1 male sterile lines undernatural crossingCotton hybrid seed production can be done by manual crossing andby using male steril line methods. The manual crossing technique ishowever labor dan cost intensive, and the cost can only be reduced byusing male sterile lines. The experiment was conducted in KarangplosoExperimental Station of Indonesian Tobacco and Fiber Crops ResearchInstitute (IToFCRI), Malang, East Java, from April to Oktober 2007aiming to evaluate the yield potential of cotton male sterile lines. Threecotton accessions e.i KI 487, KI 489, and KI 494 which have male sterilitypercentage of 60.8%, 57.5%, and 65%, respectively, were used as donorfor male sterility and were then introgressed to three commercial cottonvariety, Kanesia 7, Kanesia 8, and Kanesia 9 through manual crossing, andthat resulted in nine sets of crossing combinations. In 2007, yield potentialwere studied including 8 F1 male sterile lines, 3 male parent lines (Kanesia7, Kanesia 8, and Kanesia 9), and one new cotton variety, Kanesia 12, ascontrol in a randomized block design with 3 replications. Plot size was 3 x10 m 2 with 100 cm x 25 cm plant spacing; one plant per hill. Fertilizerdosage was 100kg urea + 100kg ZA + 100kg SP 36 + 100kg KCl per ha.Chemical insecticide was not used for insect protection during theresearch. Parameters observed were plants male sterility, number of bollsper plant, boll weight, and seed cotton yield. The experimental resultshowed that both visual and microscopic observation of male sterility onindividual plants confirmed that the eight F1 lines tested were male sterile.Number of bolls per plant of male sterile lines were 7 – 96% higher thanthat of Kanesia’s, but boll size was smaller. Lines KI 494 x Kanesia 7 andKI 494 x Kanesia 8 produced highest cotton seed yield of 2609 kg and2153 kg per hectar, respectively, which were 94% and 95% of that of theirmale parents, Kanesia 7 and Kanesia 8, respectively. Natural crossing ofthose lines varied around 51 – 95%.Key words : Cotton, Gossypium hirsutum. L., male sterile, hybrid seed
FENOLOGI PEMBUNGAAN DAN KELIMPAHAN POPULASI KEPIK Diconocoris hewetti (DIST.) (HEMIPTERA: TINGIDAE) PADA PERTANAMAN LADA I WAYAN LABA; AUNU RAUF; UTOMO KARTOSUWONDO; M. SOEHARDJAN
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n2.2008.43-53

Abstract

ABSTRAKKepik renda lada (KRL), Diconocoris hewetti (Dist.) (Hemiptera:Tingidae) adalah salah satu hama pada pertanaman lada di Indonesia.Hama ini selalu hadir pada perbungaan lada dan bulir bunga lada denganjalan mengisap cairan bunga sebelum menjadi buah. Serangan nimfa danimago pada bunga dan bulir bunga akan mengakibatkan perubahan warnabunga dari hijau kekuningan menjadi cokelat atau hitam. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui fenologi pembungaan, kelimpahan populasiKRL, dan tingkat kerusakan bunga pada pertanaman lada. Kelimpahan danfenologi pembungaan lada menentukan kelimpahan populasi KRL.Penelitian dilakukan di kebun petani, di Desa Air Anyir, KecamatanMerawang, Kabupaten Bangka Induk, dari Mei 2003 sampai dengan Mei2004, dan di Desa Puput, Kecamatan Simpang Katis Kabupaten BangkaTengah, dari Oktober 2003 sampai dengan Mei 2004. Luas lahanpercobaan masing-masing sekitar 5000 m 2 yang sudah ditanami ladavarietas Chunuk di Air Anyir dan varietas Lampung Daun Lebar (LDL) diPuput. Umur tanaman masing-masing sekitar 5 tahun. Jumlah pohoncontoh di setiap lokasi 24 pohon. Pengamatan dilakukan setiap minggudengan cara menghitung langsung KRL yang ada pada bulir bunga, sertabanyaknya bunga yang terserang. Pada percobaan lainnya dilakukanpengamatan terhadap perkembangan bulir bunga serta tingkat keguguranfisiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pembungaan ladavarietas Chunuk dan LDL mengikuti pola curah hujan. Rataan banyaknyabulir bunga berkisar antara 2,63-120,59 tandan per pohon pada varietasChunuk, sedangkan pada varietas LDL antara 4,79-153,84 tandan perpohon. Masa perkembangan bulir bunga fase-1 berlangsung 16,6 hari,fase-2 berlangsung 7,6 hari, dan fase-3 berlangsung 6,4 hari. Tidaksemua bulir bunga dan buah muda berhasil menjadi buah siap dipanen(23,14% pada Chunuk mengalami keguguran fisiologis). Keguguranpaling banyak terjadi pada bulir bunga yang berumur 4-5 minggu(17,62%). Rataan kelimpahan kepik renda lebih tinggi (0,042-1,375ekor/pohon) pada varietas LDL dibandingkan pada varietas Chunuk(0,042-0,333 ekor/pohon), terutama selama periode November hinggaApril. Perkembangan populasi kepik renda pada varietas LDL meningkat(1,375 ekor/pohon) selama bulan November hingga Februari, berhubungandengan banyaknya bulir bunga yang tersedia pada periode tersebut.Berdasarkan nisbah ragam terhadap rataan (s 2 /m), populasi kepik D.hewetti umumnya memperlihatkan pola sebaran acak, sedangkan pada saatpopulasi tinggi (1,375 ekor/pohon) memperlihatkan pola sebaranbergerombol. Persentase bulir bunga terserang pada varietas Chunukberkisar antara 0,06-3,85%, sedangkan pada varietas LDL berkisar antara0,34-17,72%. Terdapat hubungan linear varietas Chunuk dan LDL (r =0,87 dan 0,78) yang nyata antara kelimpahan populasi D. hewetti dankerusakan bunga. Varietas LDL lebih rentan dibandingkan dengan varietasChunuk. Pengendalian KRL dapat dilakukan pada awal pembentukanbunga yaitu sejak November.Kata kunci: Lada, Piper nigrum L., hama, kepik renda lada, Diconocorishewetti (Dist.), kerusakan bunga, kelimpahan populasi,Bangka BelitungABSTRACTFlowering phenology and population abundance ofpepper lace bug, Diconocoris hewetti (Dist.) (Hemiptera:Tingidae) on pepper plantationPepper lace bug (PLB), Diconocoris hewetti (Dist.) (Hemiptera :Tingidae) is one of the insect pests attacking pepper in Indonesia. Thisinsect pest always presents and causes damage to the spikes of pepperinflorescence. The research was conducted to study the floweringphenology of Chunuk and LDL varieties and population abundance ofPLB on pepper plantation. The abundance and inflorescence phenology ofpepper determined PLB abundance. The research was conducted in farmerfields in Air Anyir Village, Sub District of Merawang from May 2003 toMay 2004 and Puput Village, Sub District of Simpang Katis, BangkaIslands, from October 2003 to May 2004. The acreage of the experimentwas about 5000 m 2 for each location with 5 years old of Chunuk and LDLvarieties in Air Anyir and Puput, respectively. Number of plant sampleswere 24 plants for each location. Observation were done every week, forthe population of PLB, the spike and flower damage. Another experimentwas done to study the develop-ment stage of inflorescence and floral lossphysiology. The result indicated that flowering phenology of Chunuk andLDL varieties followed the rainfall pattern. The mean number of spike onChunuk variety varied between 2.63 – 120.59, while that on LDL varietywere 4.79 – 153.84 spikes per tree. The developments period of spikeswere 16.6; 7.6 and 6.4 days for stages 1, 2 and 3 respectively. Not all thespikes became young berries and could be harvested, since there were23.14% inflorescence of the Chunuk variety floral loss naturally. Floralloss occurred mostly when the spikes were 4-5 weeks old (17.62%). Themean number of lace bug density was higher on LDL(0.042-1.375bug/tree) than on Chunuk (0.042-0.333 bugs/tree), especially duringNovember until April. D. hewetti population increased during November-February (1.375 bugs/tree), and it was related to the increase in spikesduring that time. Based on variance-mean ratio (S 2 /m), D. hewettipopulation generally showed a random distribution, but a clumpeddistribution when population density increased (1.375 bugs/tree). Thepercentage of inflorescence damage was between 0.06-3.85% on Chunuk,while on LDL was 0.34-17.2%. There is a linear correlation between PLBand spike damage (r = 0.87 and 0.78 on Chunuk and LDL respectively).LDL variety was more susceptible than Chunuk variety. The study impliesthat controlling PLB has to be done on the beginning of inflorescence inNovember.Key words: Pepper, Piper nigrum L., insect pest, pepper lace bug,Diconocoris hewetti (Dist.), spike damage, populationabundance, Bangka Belitung
AMBANG KENDALI PENGGEREK BUAH KAPAS, Helicoverpa armigera, DENGAN MEMPERHITUNGKAN KEBERADAAN PREDATOR PADA KAPAS NURINDAH NURINDAH; DWI ADI SUNARTO
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n2.2008.72-77

Abstract

ABSTRAKHelicoverpa armigera adalah salah satu hama utama pada kapas,sehingga perlu dikendalikan. Konsep ambang kendali sebagai salah satukomponen dalam PHT telah dikembangkan untuk H. armigera, namunhanya berdasarkan populasi hama dan belum mempertimbangkankeberadaan musuh alami. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ambangkendali H. armigera dengan mempertimbangkan keberadaan musuh alamipada skala luas di daerah pengembangan dengan menggunakan lahanpetani. Penelitian ini dilakukan pada pertanaman kapas tumpangsaridengan kedelai yang ditanam sesudah padi di Kecamatan Mantup danKembangbau, Lamongan, Jawa Timur pada Maret-Oktober 2005. Lahanyang digunakan seluas 15 hektar, di bawah pengelolaan 36 petani.Pengujian ambang kendali H. armigera dilakukan dengan menerapkan duaperlakuan konsep ambang kendali yang merupakan bagian dari PHTkapas, yaitu: (1) AKH: 4 tanaman terinfestasi/25 tanaman contoh; dan (2)AKH+MA: 4 tanaman terinfestasi/25 tanaman contoh; jumlah tanamanyang terinfestasi yang teramati dikurangi 1 jika ditemukan 8 ekor predatordan kelipatannya. Jika populasi pada petak perlakuan mencapai ambangkendali, dilakukan penyemprotan dengan Ekstrak Biji Mimba (EBM).Setiap lahan petani dibagi dua, setiap bagian menerapkan satu perlakuan(n=36). Pengamatan dilakukan pada 25 unit pengamatan per 1,0 ha yangdiambil secara W sampling, setiap 7 hari sejak 50 hari setelah tanam (hst)hingga 90 hst. Satu unit pengamatan adalah 1 m 2 . Parameter yang diamatisecara periodik adalah populasi H. armigera (telur dan larva); kerusakanbuah, hasil kapas berbiji, serta penggunaan saprodi dan tenaga kerja untukpengendalian hama. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakanuji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi H. armigera padakapas + kedelai dapat ditekan oleh musuh alaminya, khususnya komplekspredator yang terdiri atas laba-laba, kumbang kubah dan kepik mirid.Populasi kompleks predator dapat mencapai 40-80 ekor/25 tanaman.Dengan demikian, penerapan ambang kendali H. armigera pada kapas +kedelai dengan memperhitungkan keberadaan predator menyebabkan tidakperlu dilakukannya penyemprotan insektisida sama sekali, sehinggaterdapat keuntungan ekonomis, yaitu penghematan biaya saprodi sebesarRp 259.000 per hektar dan keuntungan ekologis, yaitu tidak tercemarnyalingkungan oleh senyawa toksik.Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum L., ambang kendali, Helicoverpaarmigera, Jawa TimurABSTRACTAction  threshold  for  Helicoverpa  armigera  byconsidering the presence of predators on cottonHelicoverpa armigera on cotton was considered as the main pest,therefore it always be a focus of pest control. Action threshold concept asan IPM component had been developed for H. armigera on cotton;however it has not considered the presence of natural enemies. Theobjective of this research is to test the action threshold of H. armigera byconsidering the presence of natural enemies on cotton intercropped withsoybean in farmers’ fields. The test involved 15 hectares of farmers’fields (involving 36 farmers) in Lamongan, East Java in March-October2005. The action thresholds for H. armigera tested were: (1) AKH: 4infested plants/25 sample plants; and (2) AKH+MA: 4 infested plants/25sample plants, and the number of infested plants observed was subtractedby 1 when 8 predators, and it’s folded up, were found in the sample plants.Spray of neem seed extract (NSE) was applied when the pest populationreached action threshold level. Each farmer field was divided into twoparts to accommodate the treatments. The observations were madeperiodically on 25 units per 1,0 hectare in 7-days interval on 50 – 90 daysafter planting (dap). The size of observation unit was 1 m 2 . Parametersobserved included H. armigera population (egg and larva); damage bolls,seed cotton production and the cost of pest control. Data were analysed byusing t-test. The results showed that H. armigera population on cottonintercropped with soybean could be repress by its natural enemies,especially by the complex predator (consisted of spiders, lady bird beetlesand predatory mirid bugs) to be always under action threshold level. Theapplication of action threshold by considering the presence of predator incotton + soybean fields would lead to unsprayed cultivation. Resultedeconomical benefit by saving of the production cost Rp 259.000 perhectare as well as ecological advantage by avoiding of sprays of toxicmaterials in the environment.Key words : Cotton,  Gossypium  hirsutum  L.,  action  threshold,Helicoverpa armigera, East Java
DETERMINASI NEMATODA PARASIT Aphelenchoides sp. PENYEBAB PENYAKIT HAWAR DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata) S. RETNO DJIWANTI; SUPRIADI SUPRIADI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v14n2.2008.61-66

Abstract

ABSTRAKNematoda hawar daun Aphelenchoides sp. telah dilaporkanmenyerang dan menyebabkan gugur daun pada sambiloto (Andrographispaniculata (Burm. f.) Wall. ex Nees) (Acanthaceae). Penelitian yangbertujuan untuk mengindentifikasi spesies Aphelenchoides sp. tersebuttelah dilakukan di laboratorium, rumah kaca dan kebun percobaan BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik pada tahun 2005-2006.Identifikasi dilakukan dengan mengamati gejala khas pada tanaman sakitdan karakteristik morfologi nematoda secara mikroskopik pada preparatsemi-permanen Aphelenchoides sp. yang difiksasi dengan larutantriethanolamine formaldehyde (TAF). Gejala khas hawar daun merupakanbercak klorotik yang meluas yang kemudian berubah berwarna kehitamanatau kadang-kadang keunguan yang dibatasi tulang-tulang daun. Secaramikroskopik bentuk tubuh betina Aphelenchoides sp. ramping denganpanjang tubuh berkisar 0,46 – 0,70 mm dan lebar tubuh rata-rata 15 µm;daerah vulva terletak 2/3 dari panjang tubuh diukur dari bagian anterior;stilet ramping, panjangnya 10 µm dengan “basal knobs” kecil tetapi jelas;metakorpus besar, menempati ¾ atau lebih dari lebar esophagus; daerahbibir tampak halus, menonjol, dan bagian depannya rata, dengan konturhampir menyatu/bersambung dengan kontur tubuh; ujung ekornyaberbentuk kerucut tajam memanjang dengan ujung meruncing seperti duritumpul. Bentuk tubuh jantan pada dasarnya sama dengan ukuran danbentuk betinanya; ekor agak melengkung kearah 45º - 90º ketika dalamkeadaan relaks dan bentuk ujungnya meruncing seperti duri tumpul; spikulberbentuk duri mawar (“rose-thorne”). Persentase jumlah jantan dalamsatu populasi umumnya banyak berkisar 34,7 – 38,9% dari populasiseluruhnya (jantan dan betina). Karakter-karakter gejala serangan,morfologi nematoda, dan ratio jantan-betina tersebut merupakan karakterspesies Aphelenchoides fragariae (RITZEMA BOS, 1891) CHRISTIE1932. Deteksi adanya spesies nematoda A. fragariae merupakan yangpertama kali dilaporkan di Indonesia, dan sambiloto sebagai inang A.fragariae juga pertama kali dilaporkan baik di Indonesia maupun di dunia.Kata kunci : Sambiloto, Andrographis paniculata, Aphelenchoidesfragariae, identifikasi, nematoda parasitABSTRACTDetermination of parasitic nematode Aphelenchoides sp.causing leaf blotch disease of sambiloto (Andrographispaniculata)Leaf blotch disease by parasitic nematode Aphelenchoides sp. havebeen reported infected and causedleaf drops on sambiloto (Andrographispaniculata (Burm. f.) Wall. ex Nees) (Acanthaceae). Experiments ofspecies determination of the nematode have been carried out inlaboratorium, greenhouse and fields of IMACRI during the year 2005-2006. Identification were done by observing its typical symptoms of theinfected plants caused by the nematode and its nematode morphologicalcharacteristics microscopically on the semi-permanent preparats fixed byTAF (triethanolamine formaldehyde) solution. Typical symptoms of leafblotch were began as chlorotic vein-deliminated areas which later changedto light brown, then dark brown and finally black; or sometimes purplishunder field condition. Microscopically, the female was slender, 0.46 –0.70 mm long and 15 µm width in average, the vulval region cited about2/3 of the body length sized from anterior part; spear slender, 10 µm longwith small and distinct basal knobs; large metacorpus occupying ¾ ormore of the width of the esophagus; lip region almost continuous withbody contour; the tail tip was elongate-conoid ending in a simple bluntspike. The male was abundant and essentially similar to size and shape ofthe female; tail arcuate through 45º to 90 when relaxed, with a simpleblunt terminal spine; spicules rose-thorn shaped. Those describedsymptoms and morphological characters mentioned above were the typicalcharacters of the species Aphelenchoides fragariae (RITZEMA BOS,1891) CHRISTIE 1932. Detection of species A. fragariae was the firstreport in Indonesia; and sambiloto as the natural host of A. fragariae wasthe first report in Indonesia and internationally.Key words: King of bitter, Andrographis paniculata, Aphelenchoidesfragariae, parasitic nematode, identification

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2008 2008


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 2 (2021): December 2021 Vol 27, No 1 (2021): June, 2021 Vol 26, No 2 (2020): December, 2020 Vol 26, No 1 (2020): June, 2020 Vol 25, No 2 (2019): Desember, 2019 Vol 25, No 1 (2019): Juni, 2019 Vol 24, No 2 (2018): Desember, 2018 Vol 24, No 1 (2018): Juni, 2018 Vol 23, No 2 (2017): Desember, 2017 Vol 23, No 1 (2017): Juni, 2017 Vol 22, No 4 (2016): Desember, 2016 Vol 22, No 3 (2016): September, 2016 Vol 22, No 2 (2016): Juni, 2016 Vol 22, No 1 (2016): Maret, 2016 Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015 Vol 21, No 3 (2015): September 2015 Vol 21, No 2 (2015): Juni 2015 Vol 21, No 1 (2015): Maret 2015 Vol 20, No 4 (2014): Desember 2014 Vol 20, No 3 (2014): September 2014 Vol 20, No 2 (2014): Juni 2014 Vol 20, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 19, No 4 (2013): Desember 2013 Vol 19, No 3 (2013): September 2013 Vol 19, No 2 (2013): Juni 2013 Vol 19, No 1 (2013): Maret 2013 Vol 18, No 4 (2012): Desember 2012 Vol 18, No 3 (2012): September 2012 Vol 18, No 2 (2012): Juni 2012 Vol 18, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 17, No 4 (2011): Desember 2011 Vol 17, No 3 (2011): September 2011 Vol 17, No 2 (2011): Juni 2011 Vol 17, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 16, No 4 (2010): Desember 2010 Vol 16, No 3 (2010): September 2010 Vol 16, No 2 (2010): Juni 2010 Vol 16, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 15, No 4 (2009): Desember 2009 Vol 15, No 3 (2009): September 2009 Vol 15, No 2 (2009): Juni 2009 Vol 15, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 14, No 4 (2008): Desember 2008 Vol 14, No 3 (2008): September 2008 Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008 Vol 14, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007 Vol 13, No 3 (2007): SEPTEMBER 2007 Vol 13, No 2 (2007): JUNI 2007 Vol 13, No 1 (2007): MARET 2007 Vol 12, No 4 (2006): DESEMBER 2006 Vol 12, No 3 (2006): SEPTEMBER 2006 Vol 12, No 2 (2006): JUNI 2006 Vol 12, No 1 (2006): MARET 2006 Vol 11, No 4 (2005): DESEMBER 2005 Vol 11, No 3 (2005): SEPTEMBER 2005 Vol 11, No 2 (2005): JUNI 2005 Vol 11, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 10, No 4 (2004): Desember, 2004 Vol 10, No 3 (2004): September, 2004 Vol 10, No 2 (2004): Juni 2004 Vol 10, No 1 (2004): Maret 2004 Vol 9, No 4 (2003): Desember 2003 Vol 9, No 3 (2003): September, 2003 Vol 9, No 2 (2003): Juni, 2003 Vol 9, No 1 (2003): Maret, 2003 Vol 8, No 4 (2002): Desember, 2002 Vol 8, No 3 (2002): September, 2002 Vol 8, No 2 (2002): Juni, 2002 Vol 8, No 1 (2002): Maret, 2002 Vol 7, No 4 (2001): Desember, 2001 Vol 7, No 3 (2001): September, 2001 Vol 7, No 2 (2001): Juni,2001 Vol 7, No 1 (2001): Maret, 2001 Vol 6, No 3 (2000): Desember, 2000 Vol 6, No 2 (2000): September, 2000 Vol 6, No 1 (2000): Juni, 2000 Vol 5, No 4 (2000): Maret, 2000 Vol 5, No 3 (1999): Desember, 1999 Vol 5, No 2 (1999): September, 1999 Vol 5, No 1 (1999): Juni, 1999 Vol 4, No 6 (1999): Maret, 1999 Vol 4, No 5 (1999): Januari, 1999 Vol 4, No 4 (1998): November, 1998 More Issue